STANDAR PELAYANAN (SP)
A.Latar Belakang
Fungsi utama pemerintah daerah adalah penyediaan pelayanan publik bagi masyarakat daerah bersangkutan. Oleh sebab itu optimalisasi pelayanan publik yang efisien dan efektif menjadi perhatian utama pemerintah daerah agar dapat menyajikan pelayanan publik yang prima bagi masyarakat. Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk mendorong pemerintah daerah melakukan pelayanan publik yang tepat bagi masyarakat, dan sekaligus mendorong masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap kinerja pemerintah di bidang pelayanan publik.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2005 tentang pedoman penyusunan dan penerapan Standar Pelayanan minimal, pasal 1 ayat 6 yang berbunyi “standar pelayanan minimal (SPM) adalah suatu ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib bagi yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal”
Berdasarkan UU RI nomor 25 tahun 2009 pasal 20 ayat 1 tentang pelayanan Publik “ penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan standar pelayanan dengan memperhatikan kemampuan penyelenggara, kebutuhan masyarakat dan kondisi lingkungan “
Pemerintah Daerah dalam kewenangannya memerlukan Standar Pelayanan minimal karena beberapa alasan.
Pertama, dengan munculnya SPM memungkinkan bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan kegiatannya secara “lebih terukur”.
Kedua, dengan SPM yang disertai tolok ukur pencapaian kinerja yang logis dan
riil akan memudahkan bagi masyarakat untuk memantau kinerja aparatnya, sebagai salah satu unsur terciptanya penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Ketiga, didasarkan kemampuan daerahnya masing-masing, maka sulit bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan semua kewenangan/fungsi yang ada. Keterbatasan dana, sumberdaya aparatur, kelengkapan, dan faktor lainnya membuat Pemerintah Daerah harus mampu menentukan jenis-jenis pelayanan yang minimal harus disediakan bagi masyarakat.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik merupakan issue yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan kuat yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat, disamping adanya pengaruh globalisasi. Selain itu pola-pola lama penyelenggaraan pemerintahan dianggap tidak sesuai lagi bagi tatanan masyarakat yang telah berubah, dimana di masa lalu negara ataupun pemerintah sangat dominan, menjadikan masyarakat menjadi pihak yang sangat diabaikan dalam setiap proses pembangunan. Oleh karena itu tuntutan itu merupakan hal yang wajar dan seharusnya direspon oleh
pemerintah dengan melakukan perubahan-perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Di Indonesia, dengan keluarnya UU No. 22 Tahun 1999 dalam derajat tertentu memberi harapan baru terhadap perkembangan desentralisasi, paling tidak akan meningkatkan akuntabilitas para pejabat Daerah pada publiknya.
Sejalan dengan desentralisasi maka tugas-tugas pemerintah kini lebih memungkinkan dilaksanakan oleh daerah, dengan asumsi bahwa peningkatan kesejahteraan rakyat akan lebih cepat diwujudkan mengingat lebih dekatnya pemerintah daerah kepada masyarakat.
Perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan daerah, dari sentralistisasi ke desentralisasi, dari terpusatnya kekuasaan pada pemerintah daerah (eksekutif) ke power sharing antara eksekutif dan legislatif daerah, harus disikapi dengan mengubah manajemen pemerintahan daerah. Dari sisi manajemen publik, juga terjadi perubahan nilai yang semula menganut proses manajemen yang berorientasi kepada kepentingan internal organisasi pemerintahan ke kepentingan eksternal disertai dengan peningkatan pelayanan dan pendelegasian sebagian tugas pelayanan publik dari pemerintah ke masyarakat ataupun pasar. Demikian juga sebagai konsekwensi reformasi, manajemen publik juga harus beralih orientasi dari orientasi lama yang menekankan pada proses “tindakan administrasi” yang meliputi kegiatan:
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penempatan pegawai (staffing), pengarahan (directing), pengawasan (controlling), pengaturan (regulating), dan penganggaran (budgeting) ke orientasi baru yang menekankan pada proses “pembuatan kebijakan dan tindakan pelaksanaan” yang meliputi kegiatan: analisis kebijakan (policy analysis), manajemen keuangan (financial management), manajemen sumberdaya manusia (human resources management), manajemen informasi (information management), dan hubungan keluar (external relation). Semua perubahan di atas harus diantisipasi oleh semua pelaksana pemerintahan, terutama kepala daerah.
Dengan adanya orientasi baru dalam manajemen publik tersebut, maka pemerintah daerah tidak saja dituntut akuntabilitasnya ke dalam tetapi justru ke luar (masyarakat). Melalui akuntabilitas publik, pemerintah akan dipantau dan dievaluasi kinerjanya oleh masyarakat. Pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja pemerintah daerah akan lebih mudah jika pemerintah daerah sudah membuat indikator dan target-target yang disusun dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM). SPM yang telah tersusun akan menjadi pedoman bagi kedua belah pihak, pemerintah daerah maupun masyarakat. Bagi pemerintah daerah SPM dijadikan pedoman dalam melakukan pelayanan publik, sedangkan bagi masyarakat SPM merupakan pedoman untuk memantau dan mengukur kinerja pemerintah daerah.
b. Isu Aktual
Penyediaan pelayanan publik merupakan kewajiban yang harus diselenggarakan Pemerintah untuk masyarakat namun dalam penyelenggaraan pelayanan publik tersebut, masyarakat masih menemui berbagai kendala anatara lain prosedur dan birokrasi pelayanan yang berbelit, pelayanan yang sulit diakses, biaya dan waktu pelayanan yang tidak jelas dan adanya ketidakmerataan dan ketidakadilan dalam pelayanan masyarakat.
c. Sasaran, Program, dan Kegiatan Yang Akan Ditingkatkan Kinerjanya
Seiring dengan meningkatnya peran kelurahan sebagai ujung tombak pembangunan baik skala lokal, regional, bahkan nasional tentu saja peningkatan kinerja baik secara prosedural maupun substantif merupakan suatu hal yang mutlak dicapai. Hal ini diperkuat pula oleh semakin derasnya tuntutan implementasi good governance (tata pemerintahan yang baik) dan peningkatan pelayanan publik sehingga terjadi peralihan orientasi dan cara pandang masyarakat yang cenderung kurang simpatik terhadap etos kerja aparatur.
Mengacu pada rencana strategis Kelurahan Samangraya di mana di dalamnya memuat visi dan misi Lurah sebagai kepala kelurahan terdapat rumusan sasaran, program, dan kegiatan yang melingkupi tugas pokok dan fungsi kelurahan sebagai satuan terkecil dari sistem kepemerintahan. Di samping sasaran, program, dan kegiatan yang bermasalah sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, terdapat pula sasaran lain yang perlu ditingkatkan kinerjanya dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain tuntutan masyarakat dan lingkungan Kelurahan Samangraya , tingkat urgensi dalam konteks keselarasan dengan visi dan misi pembangunan Kota Cilegon, serta kompleksitas permasalahan yang terjadi di lingkungan Kelurahan Samangraya .
d. Kerangka Pengukuran dan Indikator Kinerja Yang Dipergunakan
Dalam pelaksanaan peningkatan kinerja Kelurahan dengan menerapkan Standar Pelayanan Minimal Kelurahan berakibat :
1.Terlaksananya Penyediaan pelayanan publik kelurahan yang tidak berbelit- berbelit,
2. pelayanan yang mudah diakses,
3. Pelayanan yang jelas biayanya
4. Pelayanan yang jelas waktu nya
5. Pelayanan yang adil